Saturday, October 28, 2017

Coal Hauling Traffic Management

"Tingginya tingkat insiden yang terjadi di jalan angkut batubara menjadikan kegiatan di jalan angkut batubara dikategorikan menjadi aktivitas yang memiliki resiko tinggi"


Coal Hauling Traffic Management


Merujuk pada Permen ESDM Nomor 38 Tahun 2014, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara (SMKP), Pasal 2, yaitu Penerapan SMKP Minerba bertujuan untuk :

  • Meningkatkan efektifitas Keselamatan Pertambangan yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi
  • Mencegah kecelakaan tambang, penyakit akibat kerja dan kejadian berbahaya
  • Menciptakan kegiatan operasional yang aman, efisien dan produktif; dan
  • Menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, nyaman dan efisien untuk meningkatkan produktivitas

Untuk itu Perusahaan yang diwakili oleh Management, memiliki tanggung jawab dalam mewujudkan tujuan yang ditetapkan oleh SMKP Minerba di setiap kegiatan yang dilakukan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan di jalan angkut batubara (atau biasanya disebut coal hauling) dalam catatannya memiliki resiko yang tinggi, bahkan dari tingkat kejadian kecelakaan, merupakan salah satu kegiatan yang rentan dengan kecelakaan. Oleh karena itu kegiatan coal hauling diperlukan sebuah management untuk mengendalikan resiko yang ada, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai yaitu produktivitas dan keselamatan.


A. Kondisi Regional Indonesia

Indonesia terletak di wilayah khatulistiwa yang merupakan zona tropis dimanas sebagian besar wilayah memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan tingkat curah hujan yang sangat tinggi mencapai 3.000 - 4.000 mm dalam setahun.

Secara geologi, sebaran batubara di Indonesia, sebagian besar berada di Kalimantan dan Sumatera, dimana lokasi tambang batubara memerlukan infrastruktur jalan yang cukup panjang untuk mencapai lokasi stockpile atau port.

Wilayah yang berada di zona tropis, memiliki curah hujan yang sangat tinggi tentunya berpengaruh kepada tingkat produktifitas khususnya bagi perusahaan yang memiliki infrastruktur yang cukup panjang dan belum dilakukan pengaspalan. Bagi perusahaan tambang besar yang memiliki cadangan besar dan produksi yang tinggi tentunya pengaspalan infrastruktur jalan merupakan salah satu investasi yang memiliki biaya tinggi di awal namun akan menyusut seiring peningkatan produksi yang dicapai, sehingga kegiatan pengaspalan adalah hal yang pasti dilakukan, namun bagaimana dengan perusahaan tambang batubara lainnya.

Dalam hal ini, saya hanya akan membahas bagaimana Coal Hauling Traffic Management yang perlu diterapkan bagi perusahaan tambang batubara memiliki infrasturktur jalan yang belum dilakukan pengasapalan.

B. Studi Kasus

Jauh sebelum dunia pertambangan batubara menjadi primadona di Indonesia, dunia logging perusahaan kayu adalah salah satu kegiatan yang terlebih dahulu booming, khususnya di Kalimantan. Sebagian besar lokasi pertambangan batubara, merupakan bekas lokasi perusahaan kayu, bahkan hingga saat ini masih ada yang tumpang tindih dengan kegiatan perusahaan kayu. Infrastuktur jalan yang dibuat perusahaan kayu bahkan ada yang digunakan oleh perusahaan tambang batubara serta masyarakat yang ada disekitarnya.

Kondisi

Dalam hal ini, saya akan membahas Coal Hauling Traffic Management dengan kondisi :


  • Jalan angkut batubara sepanjang 30 Km
  • Jalan angkut batubara belum dilakukan pengaspalan
  • Jalan angkut batubara sepanjang 20 Km dilalui oleh masyarakat, perusahaan logging dan perusahaan tambang lainnya

Manajemen Resiko

Sesuai dengan SMKP bahwa Manajemen Perusahaan harus menyusu, menetapkan, menerapkan, dan mendokumentasikan prosedur manajemen resiko sesuai dengan jenis dan skala perusahaan yang terintegrasi. Proses manajemen resiko meliputi 5 (lima) kegiatan, yaitu :


  1. Komunikasi dan Konsultasi Resiko
  2. Penetapan Konteks Resiko
  3. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
  4. Pengendalian Resiko
  5. Pemantauan dan Peninjauan
"Secara mendalam Manajemen Resiko dibahas tuntas dalam Permen ESDM Nomor 38 Tahun 2014 di dalam Lampiran I, yaitu Pedoman penerapan SMKP Minerba."

Saat menetapkan pengendalian resiko atau memepertimbangkan perubahan atas pengendalian yang sudah ditetapkan, perusahaan harus mempertimbangkan untuk menurunkan resiko berdasarkan hirarki pengendalian resiko sebagai berikut :

  • Rekayasa, antara lain eliminasi, substitusi, dan isolasi
  • Administrasi, antara lain rambu peringatan, pemilihan pekerja, rotasi pekerjan pembatasan jam kerja, serta pemilihan Perusahaan Jasa Pertambangan
  • Praktek kerja, antara lain Job Safety Analysis (JSA), Standard Operating Procedure (SOP), dan training; dan
  • Alat pelindung diri
Sebagai salah satu kontrol dalam melihat efektivitas pengendalian resiko, kegiatan pemantauan dan peninjauan harus dilakukan secara periodik atau apabila :

  • Terjadi kecelakaan atau kejadian berbahaya
  • Terjadi penyakit akibat kerja
  • Terjadi perubahan dalam peralatan, instalasi, dan/atau proses serta kegiatan Perusahaan; dan
  • Ada proses serta kegiatan baru dalam Perusahaan

Implementasi Identifikasi Resiko

Perusahaan tambang yang memiliki karakter seperti diatas tentunya memiliki resiko dalam kegiatan coal hauling, ada beberapa faktor yang harus dikendalikan, yaitu :

  1. Kondisi Jalan
  2. Kondisi Cuaca
  3. Radio Komunikasi
  4. Kepengawasan / Supervisi
  5. Faktor Eksternal (Masyarakat Umum, Pemukiman, Perusahaan Kayu dan Perusahaan Tambang)

Kelima faktor diatas dibagi menjadi 2 kriteria, yaitu yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendallikan. Faktor yang dapat dikendalikan adalah kondisi jalan, radio komunikasi dan kepengawasan, sedangkan faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah kondisi cuaca dan faktor eksternal. Identifikasi faktor yang dapat menyebabkan suatu resiko sudah dilakukan, langkah selanjutnya adalah pengendalian resiko itu sendiri. 


Implementasi Pengendalian Resiko

                                                                                            "Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh"


Sebagaimana kasus diatas, bahwasanya ada perusahaan tambang batubara yang bersama menggunakan jalan untuk kegiatan coal hauling, tentunya memiliki visi yang sama, yaitu Keselamatan dan Produktivitas.

Kesamaan visi ini menjadi pondasi dasar dalam bekerja sama, meskipun akan ada hal lain yang perlu dibahas terkait finansial, namun dalam kasus ini, hal tersebut tidak dibahas. Selanjutnya bagaimana kerjasama itu harus dilakukan, berikut langkahnya :


  1. Kesepakatan Bersama Antar Kepala Teknik Tambang
  2. Pertemuan Regular Bersama
  3. Inspeksi dan Monitoring Bersama
  4. Pengelolaan Jalan Bersama
  5. Pemantauan Jalan Bersama
Hal pertama adalah hal yang sangat fundamental, karena Kepala Teknik Tambang selaku Pimpinan yang diberikan tanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Kesepakatan Bersama yang disetujui oleh Kepala Teknik Tambang akan menjadi pedoman bagi Pengawas Operasional dan Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (BK3) dalam koordinasi di lapangan dan menyusun rekomendasi teknis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Pertemuan regular bersama yang dilakukan oleh Pengawas Operasional dan bagian BK3 dilakukan secara periodik untuk mendiskusikan setiap hal yang menjadi perhatian bagi masing-masing perusahaan. Hal utama yang menjadi bahasan adalah K3, Operasional dan Community, ketiga hal ini menjadi bagian untuk mengurangi resiko serta pengendalian yang harus dilakukan bersama.

Seiring dengan berjalannya waktu, kegiatan pertemuan regular akan menjadi kegiatan inspeksi dan monitoring bersama, beberapa kegiatan yang dilakukan berupa :


  • Inspeksi Traffic Sign
  • Inspeksi Kondisi Jalan
  • Inspeksi Kondisi Unit
  • Inspeksi Kecepatan Unit
  • Inspeksi Fatique

Kondisi jalan sebagai infrastruktur merupakan faktor terbesar yang umumnya menjadi temuan kondisi tidak aman. Hasil inspeksi kondisi jalan yang dilakukan secara regular selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan kegiatan pengelolaan jalan secara bersama. Pengelolaan jalan bersama ini menuntut sebuah standar yang harus disepakati bersama, yang selanjutnya akan menjadi pedoman bagi Pengawas Operasional dalam melakukan kegiatan perawatan dan perbaikan jalan. Beberapa hal yang perlu disepakati adalah :

  • Geometri Jalan (Lebar Jalan, Superelevasi, Grade)
  • Kondisi Permukaan Jalan (Gravel)
  • Drainage
  • Tinggi Tanggul
  • Traffic Sign
Kegiatan pemantauan jalan bersama memiliki kesamaan dengan inspeksi bersama, namun ini lebih fokus terhadap hasil dari kegiatan pengelolaan jalan yang telah dilakukan serta bilamana ada improvement yang perlu dilakukan demi meningkatnya K3 dan produktivitas.


To Be Continuous ... Coal Hauling Traffic Management Part 2  






















1 comment: